FIQIH IBADAH
Thaharah طها ر ة
A. Pengertian Thaharah
Thaharah secara
etimilogi artinya bersuci, sedangkan secara terminologi thaharah adalah
membersikan diri, pakaian dan tempat dari segala najis dan hadats. Perintah
bersuci terdapat dalam surat Al – Baqarah (2) : 222 pada akhir ayat yang
artinya : “sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang bertaubat dan
orang – orang yang menycikan diri”. Dalam
bersuci kita mengenal dua macam, yaitu bersuci dari najis dan bersuci
dari hadats. Yang dinamakan najis نجس secara etimologi
artinya kotor, sedangkan menurut terminologi adalah suatu benda kotor menurut syara’
(hukum agama), seperti contoh darah, nanah, bangkai (kecuali bangkai
manusia, belalang, dan ikan), anjing, babi, segala sesuatu yang keluar dari
dubur dan kubul, minuman keras (khomer dan sejenisnya), bagian binatang
yang terpisah dari anggota tubuh karena terpotong. Sedangkan yang dinamakan
dengan hadats حد ث secara etimologi
sesuatu yang datang atau berlalu. Menurut terminologi Kamus Istilah Agama karya
Drs. Shodiq Se. Hadats adalah suatu keadaan tidak suci yang tidak dapat
dilihat, tetapi wajib disucikan untuk sahnya ibadah. Jadi perbedaan antara
najis dan hadats terletak pada statusnya jika najis statusnya nampak/terlihat
benda kotor sedangkan hadast statusnya tidak terlihat suatu
keadaanya. Singkatnya hadast itu adalah keadaan orang yang bernajis, contohnya
orang yang haid (darah), orang yang buang air besar/kecil.
Agar suci dari najis haruslah menghilangkan
kotoran/najis tersebut yang menempel. Najis menurut tingkatnya dibagi menjadi tiga
:
1. Najis mukhaffafah adalah najis yang
tingkatannya ringan, yaitu air kencing bayi laki – laki yang belum makan
sesuatu apapun kecuali air susu ibu, dan ini tidak berlaku bagi bayi perempuan
karena air kencing bayi perempuan sudah masuk ke dalam najis mutawashitha walaupun
bayi perempuan tersebut belum makan apapun kecuali air susu ibu. Cara
menghilangkannya cukup dengan dipercikan
atau disiram dengan air tempat yang terkena najis tersebut.
2. Najis mutawashitha adalah najis yang
tingkatannya sedang, yaitu segala sesuatu yang keluar dubur dan qubul manusia
atau binatang, barang yang memabukan, dan bangkai (kecuali bangkai manusia,
belalang, dan ikan), tulang, anjing dan babi. Cara menghilangkannya adalah
dibasuh tiga kali sampai sifat – sifat najis (warna, bau, dan rasa)nya
hilang. Najis jenis ini dibagi menjadi dua :
a. Najis ‘ainiyah yaitu najis yang
berwujud (tampak dan dapat dilihat), seperti kotoran manusia dan binatang;
b. Najis hukmiyah yaitu najis yang
tidak berwujud (tidak tampak dan tidak dapat dilihat), seperti bekas air
kencing dan arak yang sudah mengering.
3. Najis mughalladhah adalah najis yang
tingkatannya berat, yaitu air liyur anjing dan babi. Cara menghilangkannya
harus dibasuh sebanyak tujuh kali dengan air dan salah satunya dengan air yang
bercampur tanah.
Selain ketiga najis tadi ada satu najis lagi yaitu najis ma’fu yaitu
najis yang dimaafkan, antara lain nanah atau darah yang cuma sedikit, debu atau
air dari gorong – gorong yang memercik sedikit dan sulit dihindari.
Sedangkan
untuk bersuci dari hadats haruslah melakukan wudlu, mandi wajib, atau tayamum.
Hadats dibagi menjadi dua :
1. Hadats besar, penyebab hadats besar seperti
keluarnya air mani, bersetubuh, wanita setelah menstruasi atau melahirkan, dan nifaz, cara mensucikannya harus mandi wajib.
2. Hadats kecil, penyebab hadats kecil seperti
keluarnya sesuatu dari dubur (kentut atau buang air) dan qubul (buang
air kecil atau kencing), cara mensucikannya dengan berwudlu atau tayamum.
B. Adapun Jenis – jenis Air
1. Ditinjau dari tempatnya, air dibagi menjadi
tujuh macam :
a. Air sumur;
b. Air sungai;
c. Air laut;
d. Air gunung/mata air;
e. Air hujan;
f. Air embun;
g. Air salju.
2. Ditinjau dari hukumnya untuk bersuci, air
dibagi menjadi empat :
a. Air Mutlak, yaitu air suci dan mensucikan.
Seperti tujuh jenis air berdasarkan tempatnya diatas;
b. Air musyammas, yaitu air suci dan
mensucikan tapi makhruh, contohnya air yang wadahnya dari logam yang bukan emas
dan terkena panas matahari. Karena itu akan mengakibatkan kulit melepuh karena
air akan menjadi panas:
c. Air musta’mal, yaitu air suci tetapi tidak
bisa dipakai untuk mensucikan karena sudah dipakai untuk bersuci, meskipun dari
warna, bau, serta rasanya air tersebut tidak berubah;
d. Air mutanajis, yaitu air yang terkena
najis, dan jumlahnya kurang dari dua kulah (216 Liter) maka air tersebut najis
dan tidak dapat digunakan untuk besuci. Akan tetapi jika jumlah air terebut dua
kulah atau lebih dan dari warna, bau, serta rasa air tersebut tidak berubah
maka air tersebut bisa digunakan untuk bersuci. Pertemuan berikutnya KLIK DI SINI
0 comments:
Post a Comment