PageNavi Results No.

Tuesday, August 1

Fiqih Ibadah "Thaharah"

FIQIH IBADAH
 31 Juli 2017


Thaharah طها ر ة
A.    Pengertian Thaharah
     Thaharah secara etimilogi artinya bersuci, sedangkan secara terminologi thaharah adalah membersikan diri, pakaian dan tempat dari segala najis dan hadats. Perintah bersuci terdapat dalam surat Al – Baqarah (2) : 222 pada akhir ayat yang artinya : “sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang bertaubat dan orang – orang yang menycikan diri”.  Dalam bersuci kita mengenal dua macam, yaitu bersuci dari najis dan bersuci dari hadats. Yang dinamakan najis  نجس secara etimologi artinya kotor, sedangkan menurut terminologi adalah suatu benda kotor menurut syara’ (hukum agama), seperti contoh darah, nanah, bangkai (kecuali bangkai manusia, belalang, dan ikan), anjing, babi, segala sesuatu yang keluar dari dubur dan kubul, minuman keras (khomer dan sejenisnya), bagian binatang yang terpisah dari anggota tubuh karena terpotong. Sedangkan yang dinamakan dengan hadats حد ث secara etimologi sesuatu yang datang atau berlalu. Menurut terminologi Kamus Istilah Agama karya Drs. Shodiq Se. Hadats adalah suatu keadaan tidak suci yang tidak dapat dilihat, tetapi wajib disucikan untuk sahnya ibadah. Jadi perbedaan antara najis dan hadats terletak pada statusnya jika najis statusnya nampak/terlihat benda kotor sedangkan hadast statusnya tidak terlihat suatu keadaanya. Singkatnya hadast itu adalah keadaan orang yang bernajis, contohnya orang yang haid (darah), orang yang buang air besar/kecil.
Agar suci dari najis haruslah menghilangkan kotoran/najis tersebut yang menempel. Najis menurut tingkatnya dibagi menjadi tiga :
1.      Najis mukhaffafah adalah najis yang tingkatannya ringan, yaitu air kencing bayi laki – laki yang belum makan sesuatu apapun kecuali air susu ibu, dan ini tidak berlaku bagi bayi perempuan karena air kencing bayi perempuan sudah masuk ke dalam najis mutawashitha walaupun bayi perempuan tersebut belum makan apapun kecuali air susu ibu. Cara menghilangkannya  cukup dengan dipercikan atau disiram dengan air tempat yang terkena najis tersebut.
2.      Najis mutawashitha adalah najis yang tingkatannya sedang, yaitu segala sesuatu yang keluar dubur dan qubul manusia atau binatang, barang yang memabukan, dan bangkai (kecuali bangkai manusia, belalang, dan ikan), tulang, anjing dan babi. Cara menghilangkannya adalah dibasuh tiga kali sampai sifat – sifat najis (warna, bau, dan rasa)nya hilang. Najis jenis ini dibagi menjadi dua :
a.       Najis ‘ainiyah yaitu najis yang berwujud (tampak dan dapat dilihat), seperti kotoran manusia dan binatang;
b.      Najis hukmiyah yaitu najis yang tidak berwujud (tidak tampak dan tidak dapat dilihat), seperti bekas air kencing dan arak yang sudah mengering.
3.      Najis mughalladhah adalah najis yang tingkatannya berat, yaitu air liyur anjing dan babi. Cara menghilangkannya harus dibasuh sebanyak tujuh kali dengan air dan salah satunya dengan air yang bercampur tanah.

Selain ketiga najis tadi ada satu najis lagi yaitu najis ma’fu yaitu najis yang dimaafkan, antara lain nanah atau darah yang cuma sedikit, debu atau air dari gorong – gorong yang memercik sedikit dan sulit dihindari.
 Sedangkan untuk bersuci dari hadats haruslah melakukan wudlu, mandi wajib, atau tayamum. Hadats dibagi menjadi dua :
1.       Hadats besar, penyebab hadats besar seperti keluarnya air mani, bersetubuh, wanita setelah menstruasi atau melahirkan, dan nifaz, cara mensucikannya harus mandi wajib.
2.      Hadats kecil, penyebab hadats kecil seperti keluarnya sesuatu dari dubur (kentut atau buang air) dan qubul (buang air kecil atau kencing), cara mensucikannya dengan berwudlu atau tayamum.

B.     Adapun Jenis – jenis Air
1.      Ditinjau dari tempatnya, air dibagi menjadi tujuh macam :
a.       Air sumur;
b.      Air sungai;
c.       Air laut;
d.      Air gunung/mata air;
e.       Air hujan;
f.       Air embun;
g.      Air salju.
2.      Ditinjau dari hukumnya untuk bersuci, air dibagi menjadi empat :
a.       Air Mutlak, yaitu air suci dan mensucikan. Seperti tujuh jenis air berdasarkan tempatnya diatas;
b.      Air musyammas, yaitu air suci dan mensucikan tapi makhruh, contohnya air yang wadahnya dari logam yang bukan emas dan terkena panas matahari. Karena itu akan mengakibatkan kulit melepuh karena air akan menjadi panas:
c.       Air musta’mal, yaitu air suci tetapi tidak bisa dipakai untuk mensucikan karena sudah dipakai untuk bersuci, meskipun dari warna, bau, serta rasanya air tersebut tidak berubah;
d.      Air mutanajis, yaitu air yang terkena najis, dan jumlahnya kurang dari dua kulah (216 Liter) maka air tersebut najis dan tidak dapat digunakan untuk besuci. Akan tetapi jika jumlah air terebut dua kulah atau lebih dan dari warna, bau, serta rasa air tersebut tidak berubah maka air tersebut bisa digunakan untuk bersuci. Pertemuan berikutnya KLIK DI SINI

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment