ADZAN dan IQOMAH
Dalam islam, sebelum sholat wajib sobat pasti sudah tidak asing
lagi dengan dikumandangkannya adzan dan iqomah. Lalu sebenarnya apasih adzan
dan iqomah itu? Mengapa sebelum sholat harus mengumandangkan adzan? Dan bagaimana
asal usul adzan dan iqomah?. Inilah yang akan kita bahas pada pertemuan kali
ini.
Adzanۤاذَانٌ ) ) sendiri secara bahasa artinya panggilan. Sedangkan menurut istilah adzan
adalah pemberitahuan tentang sudah masuknya atau telah tiba waktu shalat wajib.
Adzan merupakan salah satu cara memberitahu masyarakat muslim bahwa sudah masuk
waktu shalat wajib. Tujuan adzan sendiri yaitu, untuk memanggil masyarakat
muslim untuk shalat wajib berjama’ah di tempat ibadah. Orang yang
mengumandangkan atau membacakan adzan disebut muadzdzin yang secara
bahasa artinya orang yang memanggil. Sedangkan iqomah atau qomat secara bahasa
artinya berdiri ( قَا مَ), sedangkan menurut istilah iqomah adalah pertanda
kalau shalat akan segera dimulai. Dalam sejarahnya dulu para sahabat
kebingungan tentang bagaimana memberitahu sahabat yang lain kalau waktu shalat
wajib telah masuk dan memberitahu para sahabat untuk berkumpul shalat
berjama’ah. Ada sahabat yang mengusulkan bagaimana kalau menggunakan terompet
untuk memberitahunya? Tetapi itu ditolak oleh Rasulullah karena terompet
sendiri digunakan oleh kaum Yahudi untuk berhibur, ada yang usul dengan membuat
api dan asapnya sebagai tandanya, ada yang usul bagaimana kalau dengan memberi
kode, tapi lagi lagi itu tidak disetujui oleh Rasulullah dan para sahabat.
Akhirnya ada salah satu sahabat yang bermimpi bahwa dia bertemu dengan
seseorang yang membacakan lafadz – lafadz adzan yang kita kenal sekarang, dan
usulan inilah yang kemudian diterima oleh Rasulullah dan para sahabat. Dari
penjelaskan tersebut maka mengumandangkan adzan dan iqamah hanya dilakukan pada
shalat – shalat wajib, dan shalat jum’at, selain itu seperti halnya shalat
sunnah tidak ada adzan dan iqomah terlebih dahulu karena memang tidak
disunnahkan artinya makrukh untuk dilakukan. Dasar hukum atau dalil yang
dijadikan kehujahan adzan dan iqomah adalah surat Al – jumu’ah (26) : 9
يَٓاَيُّهَا الَّذِ يْنَ اٰمَنُۤوْا اِذَا نُوْدِيَ
لِلصَّلٰو ةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمْعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَارُوا
البَيْعَؕ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتَمْ تَعْلَمُوْنَ
(۹)
“Wahai orang – orang yang beriman! Apabila
telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari jum’at, maka segeralah kamu
menginggat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui.”
Adapun hadits yang dijadikan sebagai
kehujahan adzan dan iqomah adalah hadits yang diriwayatkan dari Malik bin Khuwarits
إِذَا
حَضَرَتِ الصَّلاَةُ فَلْيُؤَزِّنْ اَحَدُ كُمْ وَلْيَؤُمَّ اَكْبَرُ كُمْ (رواه
البخارى و المسلم)
“Jika waktu shalat telah tiba, maka
adzanlah salah seorang di antara kalian, dan hendaklah orang yang paling tua
diantara kalian menjadi imam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits tersebut dijelaskan bahwa adzan
dikumandangkan ketika telah tiba/sudah masuk waktu shalat. Juga adzan
dikumandangkan oleh orang yang baligh dan mumayis dan suaranya yang enak
didengar. Seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW yang menyuruh Bilal untuk
adzan karena suara Bilal yang merdu, tapi ini tidak dijadikan patokan yang adzan
haruslah orang yang suaranya merdu. Jika memang tidak ada lagi muadzin yang
biasa adzan di situ maka mukalaf (orang yang sudah baligh dan mumayis) dan
mengetahui lafadz adzan maka mukalaf tersebut boleh adzan walaupun dengan suara
yang biasa. Bagaimana kalau perempuan yang adzan? Makruh hukumnya perempuan
untuk adzan, karena sebagian ulama ada juga yang mengatakan kalau suara
perempuan adalah aurat. Walaupun suara perempuan itu merdu sekali, tetapi dikhawatirkan
jika perempuan itu adzan maka akan membuat lelaki memikirkan “wah suara
perempuan yang adzan ini merdu sekali, pasti orangnya cantik” ini akan
mengubah niat lelaki tersebut dari yang ingin shalat bertemu dengan Allah malah
ingin bertemu dengan perempuan yang adzan itu. Lagi pula tidak etis jika masih
ada lelaki ditempat ibadah tersebut kenapa harus perempuan yang melakukannya. Boleh
saja perempuan adzan asalkan semua makmumnya adalah perempuan dan suaranya
tidak dikeraskan maksudnya hanya terdengar oleh meraka yang berada di tempat
ibadah tersebut, atau boleh perempuan iqomah ketika sedang shalat berjama’ah
dengan suami dan anaknya perempuan, tapi baiknya adzan dan iqamah tersebut
dilakukan oleh suami. Adzan juga boleh dikumandangkan oleh lebih dari satu
orang, contohnya seperti di Cirebon di Masjid Kesepuhan setiap shalat jum’at
adzan dikumandangkan oleh tujuh orang muadzdzin secara bersamaan, karena ada
hal yang melatar belakanginya. Dan dari hadits di atas tadi, hendaklah yang
menjadi imam adalah seseorang yang paling tua dan memiliki kemampuan, baik dari
mangajinya, hafalannya serta pengetahuan tentang ibadahnya. Jika ada orang yang
paling tua di tempat ibadah tersebut tetapi mengajinya masih belum lancar atau
pengetahuan ibadahnya belum banyak maka jangan ditunjuk atau disilahkan untuk
menjadi imam. Dan tidak ada ilat bagi imam artinya tidak ada kejelekan pada
dirinya, maksudnya orang itu dapat dipercaya dan dipandang baik oleh
masyarakat, bukan pencopet dijadikan imam.
Adapun bacaan adzan dan iqomah adalah
sebagai berikut :
Bacaan Adzan
1. Allahu akbar, Allahu akbar 2x
اَللّهُ اَكْبَرُ اَللّهُ اَكْبَرْ ۲×
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar”
2. Asyhadu allaa ilaaha illallaahu 2x
أَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّهُ ۲×
“Saya bersaksi, tiada Tuhan selain Allah”
3. Asyhadu anna muhammadar rasuulullah 2x
أَشْهَدُ أَنَّ مَحَمَّدًا رَّسُوْلُ اللّهِ ۲×
“Saya bersaksi, Muhammad utusan Allah”
4. Hayya ‘alash shalaah 2x
حَيَّ عَلَى الصَّلّاةِ
۲×
“Marilah mengerjakan shalat”
5. Hayya ‘alal falaah 2x
حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ
۲×
“Marilah menuju kemenangan”
6. Allahu akbar, Allahu akbar 2x
اَللّهُ اَكْبَرُ اَللّهُ اَكْبَرْ ۲×
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar”
7. Laa ilaaha illallaah 1x
لَا اِلٰهَ اِلَّا ا للّهُ ۱×
“Tiada Tuhan selain Allah”
Ada
tambahan ketika membaca adzan subuh, setelah bacaan nomer 5 yaitu bacaan:
أَلصَّلَاةُ خَيْرٌ مِّنَ النَّوْمِ ۲×
Ashshalaatu khairum – minan – naum 2x
“shalat itu lebih baik daripada tidur”
Adapun bacaan iqomah sama
dengan bacaan adzan (bukan adzan subuh), hanya saja bacaan iqomah cara
mengumandangkannya lebih pendek, dan tidak perlu diulang 2x pada setiap
bacaannya. Dan setelah nomor 5 membaca:
قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ ۲×
Qod qomatis shalaah 2x
“shalat telah didirikan”
Ada beberapa syarat adzan dan muadzdzin, antara lain sebagai berikut :
1. Telah tiba/sudah masuk waktu shalat;
2. Tertib;
3. Muwalat, yakni antara bacaan – bacaannya
tidak dipisah – pisahkan dengan jarak waktu yang lama;
4. Wajib dengan bahasa arab (tidak boleh
dengan terjemahannya);
5. Dapat didengar oleh sebagian kaum muslimin,
atau cukup didengar sendiri jika munfarid (sendirian).
Dan ada sunnah – sunnah adzan, antara lain :
1. Suaranya bagus dan bacaanya baik;
2. Berdiri tegak menghadap kiblat. Ketika
membaca Hayya ‘alash shalaah menoleh ke kanan, dan saat membaca Hayya
‘alal falaah menoleh ke kiri. Ini dimaksudkan agar suara muadzin terdengar
ke segala arah;
3. Muadzdzin hendaknya suci dari hadas dan
najis;
4. Orang yang mendengarkan adzan hendaknya
menjawab adzan dengan bacaan bacaan yang telah dikumandangkan, kecuali bacaan :
Hayya ‘alash shalaah dan Hayya ‘alal falaah yang mendengarkan
menjawabnya dengan bacaan : Laa haula wa laa quwwata illa billahil ‘aliyil
‘adhiim (tiada daya selain dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi dan
agung)
5. Membaca doa sesudah adzan, baik muadzdzin
maupun orang yang mendengarkannya.
6. Ketika mendengar bacaan tatswib (pada
adzan subuh) Ashshalaatu khairum – minan – naum , maka yang mendengar
hendaknya mengucapkan bacaan : shadaqta wa barorta wa ana ‘alaa dzaalika
minasysyahidin (benar katamu muadzdzin, dan engkau telah berbakti. Akupun
termasuk golongan yang demikian itu).
0 comments:
Post a Comment