PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
KOGNISI SOSIAL REMAJA
Siapa yang tidak tahu
tentang arah jalan pulang kerumah masing-masing? Nah tentu kita semua ingat jalan
yang kita tempuh untuk menuju kerumah. Bukan masalah jalan apa saja yang kita
lewati, atau apa saja yang kita temui dijalan, tetapi apa ada yang tahu
bagaimana otak itu bekerja? Yah, jawabannya adalah proses kognitif atau proses
berfikir.
Pada dasaranya kognisi
dan Kognitif sama, artinya pun sama. Kognitif berarti proses/tata cara berfikir
atau proses menangkap, menyimpan/mengelola, sampai menggunakan kembali
informasi.
Jean Piaget (1896-1980)
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum
kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan :
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication),
analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation).Kognitif berarti
persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional
(akal).
A. Pendahuluan
Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti
DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa
kanak-kanak dengan masa dewasa. Sedangkan menurut Jean Piaget masa remaja
adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang
pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir
belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Perkembangan kognitif adalah
perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan
bahasa. Maka kognisi sosial adalah tata cara individu untuk menganalisa,
mengingat, dan menggunakan informasi mengenai kejadian-kejadian sosial.
1.
Skema
Komponen
dasar kognisi social adalah skema (schema). Skema adalah sruktur
mental yang membantu kita mengorganisasi informasi social, dan menuntun
pemrosesannya. Skema berkisar pada suatu subyek atau tema tertentu.. dalam otak
kita, skema itu seperti scenario, yang memiliki alur. Skema di otak kita
terbenuk berdasarkan pengalaman yang pernah kita alami sendiri atau diceritakan
oleh orang lain. Contohnya, skema kita tentang McD membuat kita tau bagaimana
cara untuk makan di McD sehingga begitu kita datang ke McD kita langsung ke
kasir untuk memesan makanan. Skema yang kita miliki akan mempengaruhi sikap
kita pada sesuatu.
Skema menimbulkan efek yang kuat terhadap 3 proses dasar: perhatian atau
atensi (attention), pengkodean (encoding), dan mengingat kembali
(retrieval). Skema terbukti berpengaruh terhadap semua aspek dasar
kognisi social (Wyer & Srull, 1994). Dalam hubungannya dengan atensi, skema
seringkali berperan sebagai penyaring: informasi yang konsisten dengan skema
lebih diperhatikan dan lebih mungkin untuk masuk ke dalam kesadaran kita.
Informasi yang tidak cocok dengan skema kita seringkali diabaikan (Fiske,
1993), kecuali iinformasi itu sangat ekstrem. Pengkodean-informasi apa yang
dimasukkan ke dalam ingatan-informasi yang menjadi focus atensi lebih mungkin
untuk disimoan dalam ingatan jangka panjang. Mengingat kembali informasi-informasi
apa yang paling siap untuk diingat-secara umum, orang melaporkan informasi yang
konsisten dengan skema mereka, namun kenyataannya, informasi yang tidak
konsisten dengan skema juga dapat secara kuat muncul dalam ingatan.
Skema juga memiliki kelemahan (segi negative). Skema mempengaruhi
apa yang kita perhatikan, apa yang masuk dalam ingatan kita, dan apa yang kita
ingat, sehingga terjadi distorsi pada pemahaman kita terhadap dunia social.
Skema memainkan peran penting dalam pembentukan prasangka, dalam pembentukan
satu komponen dasar pada stereotip tentang kelompok-kelompok social tertentu.
Skema seringkali sulit diubah, skema memiliki efek bertahan (perseverance
effect), tidak berubah bahkan ketika menghadapi informasi yang
kontradiktif. Kadangkala skema bisa memberikan efek pemenuhan harapan
diri (self-fulfilling) yaitu skema membuat dunia social yang kita
alami menjadi konsisten dengan skema yang kita miliki. Contoh efek bertahan,
ketika kita gagal kita berusaha menghibur diri sendiri dengan berkata, “kamu
hebat kok, ini karena pertandingan dengan lawan yang berat”, dsb. contoh ramalan
yang mewujudkan dirinya sendiri (self-fulfilling prophecy) ramalan yang
membuat ramalan itu sendiri benar-benar terjadi, skema guru untuk siswa yang
minoritas yang menyebabkan guru memperlakukan siswa minoritas itu secara
berbeda (kurang positif) sehingga menyebabkan prestasi siswa minoritas ini
menurun. Stereotip tidak hanya memiliki pengaruh namun bisa melalui efek pemastian
dirinya, stereotip juga membentuk realitas social.
2. Heuristic
Kejenuhan informasi (information overloaded) adalah suatu keadaan di mana pengolahan informasi kita telah
berada di luar kapasitas kemampuan yang sesungguhnya sehingga menuntut system
kognitif yang lebih besar daripada yang bisa diolah. Berbagai strategi untuk
melebarkan kapasitas kognitif harus memenuhi 2 persyaratan, yaitu: harus
menyediakan cara yang cepat dan sederhana untuk dapat mengolah informasi social
dalam jumlah yang banyak, dan harus dapat digunakan—harus berhasil. Namun, yang
paling berguna adalah Heuristic yaitu
aturan sederhana untuk membuat keputusan kompleks atau untuk menarik kesimpulan
secara cepat dan seakan tanpa usaha yang berarti. Heuristic ada 2 macam:
a. Heuristic keterwakilan (heuristic representativeness) yaitu sebuah strategi untuk membuat penilaian berdasarkan pada
sejauh mana stimuli atau peristiwa tersebut mempunyai kemiripan dengan stimuli
atau kategori yang lain. Contoh: kita mengenal Ratna sebagai pribadi yang
teratur, lramah, rapi, memiliki perpustakaan di rumahnya dan sedikit pemalu.
Namun kita tidak mengetahui pekerjaannya. Mungkin kita langsung menilainya
sebagai pustakawan. Dengan kata lain, kita menilai berdasarkan: semakin mirip
seseorang dengan ciri-ciri khas orang-orang dari suatu kelompok, semakin
mungkin ia merupakan bagian dari kelompok tersebut.
b. Heuristic ketersediaan (availability heuristic) yaitu sebuah strategi untuk membuat keputusan berdasarkan seberapa
mudah suatu informasi yang spesifik dapat dimunculkan dalam benak kita.
Heuristic ini dapat mengarahkan kita untuk melebih-lebihkan kemungkinan
munculnya peristiwa dramatis, namun jarang, karena peristiwa itu mudah masuk ke
pikiran kita. Contoh: banyak orang merasa lebih takut tewas dalam kecelakaan
pesawat daripada kecelakaan di darat. Hal ini karena fakta bahwa kecelakaan
pesawat jauh lebih dramatis dan menyedot lebih banyak perhatian media.
Akibatnya, kecelakaan pesawat lebih mudah terpikir sehingga berpengaruh lebih
kuat dalam penilaian individu. Heuristic ini berhubungan dengan proses pemaparan awal (priming)—meningkatnya ketersediaan
informasi sebagai hasil dari sering hadirnya rangsangan atau
peristiwa-peristiwa khusus. Pemaparan awal bisa muncul bahkan ketika individu
tidak sadar akan adanya rangsangan yang telah dipaparkan sebelumnya—disebut
juga pemaparan awal otomatis.
Cara lainnya
adalah dengan pemrosesan otomatis (automatic
processing) yang
terjadi ketika, setelah berpengalaman melakukan suatu tugas atau mengolah suatu
onformasi tertentu yang seakan tanpa perlu usaha yang besar, secara otomatis
dan tidak disadari. Contohnya: saat pertama kali belajar sepeda, kita
memerlukan perhatian khusus dalam mengendarainya. Seiring dengan berkembangnya
keahlian bersepeda kita, kita dapat melakukan tugas-tugas lain seperti
berbicara sambil bersepeda. Begitu teraktivasi, skema dapat menimbulkan efek
perilaku yang otomatis.
3.
Sumber-Sumber Yang
Berpotensi Menimbulkan Kesalahan Dalam Kognisi Social
a. Bias negativitas, yaitu kecenderungan memberikan perhatian lebih pada
informasi yang negative. Dibandingkan dengan informasi positif, satu saja
informasi negative akan memiliki pengaruh yang lebih kuat. Contoh: kita
diberitahu bahwa dosen yang akan mengajar nanti adalah orang yang pintar, masih
muda, ramah, baik hati, cantik, namun diduga terlibat skandal seks. Bias
negative menyebabkan kita justru terpaku pada hal yang negative dan mengabaikan
hal-hal positif.
b. Bias optimistic, yaitu suatu predisposisi untuk mengharapkan agar segala
sesuatu dapat berakhir baik. Kebanyakan orang percaya bahwa mereka memiliki
kemungkinan yang lebih besar dari orang lain untuk mengalami peristiwa negative
dan kemungkinan lebih kecil untuk mengalami peristiwa negative. Contoh:
pemerintah seringkali mengumumkan rencana yang terlalu optimis mengenai penyelesaian
proyek-proyek besar jalan, bandara baru, dsb. hal ini mencerminkan kesalahan
perencanaan. Namun, ketika individu memperkirakan akan menerima umpan balik
atau informasi yang mungkin negative dan memiliki konsekuensi penting,
tampaknya ia justru sudah bersiap menghadapi hal yang buruk (brancing of
loss) dan menunjukkan kebalikan dari pola optimistic: mereka menjadi
pesimis.
c. Kerugian yang mungkin terjadi akibat terlalu banyak berpikir. Terkadang
terlalu banyak berpikir dapat menyeret kita ke dalam kesulitan kognoitif yang
serius. Mencoba berpikir sistematis dan rasional mengenai hal-hal penting
adalah penting.
d. Pemikiran konterfaktual, yaitu memikirkan sesuatu yang berlawanan dari
keadaan sekarang. Efek dari memikirkan “apa yang akan terjadi seandainya…”.
Contoh: ketika selamat dari kecelakaan pesawat, Andi justru memikirkan, “bagaimana
bila saya tidak langsung terjun tadi, saya sudah mati pastinya, lalu bagaimana
nasib keluarga saya sepeninggalan saya?”, dsb. pemikiran konterfaktual
dapat secara kuat berpengaruh terhadap afeksi kita. Inaction inertia kelambanan
apatis muncul ketika individu memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu sehingga
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang positif.
e. Pemikiran magis, yaitu berpikir dengan melibatkan asumsi yang tidak
didasari alasan yang rasional. Contoh: Supaya lulus ujian, Raju berdoa banyak-banyak
dan memakai banyak cincin.
f. Menekan pikiran, yaitu usaha untuk mencegah pikiran-pikiran tertentu
memasuki alam kesadaran. Proses ini melibatkan 2 komponen, yaitu: proses
pemantauan yang otomatis yang mencari tanda-tanda adanya pemikiran yang tidak diinginkan
yang memaksa untuk muncul kedalam kesadaran. Ketika pikiran tersebut
terdeteksi, proses kedua terjadi, yaitu mencegah agar pikiran tersebut tetap
berada di luar kesadaran tanpa mengganggu pikiran yang lain. Contoh: Anti yang
ikut program diet menekan pikirannya akan makanan-makanan manis.
4.
Afeksi dan Kognisi
Perasaan kita dan suasana hati memiliki pengaruuh yang kuat terhadap
beberapa aspek kognisi, dan kognisi juga berperan kuat pada perasaan dan
suasana hati kita. Suasana hati saat ini dapat secara kuat mempengaruhi reaksi
kita terhadap rangsang yang baru pertama kali kita temui. Contoh: ketika kiota
sedang bergembira dan berkenalan dengan orang baru, penilaian kita terhadap
orang tersebut pastinya lebih baik dibanding saat kita berkenalan dengannya
ketika kita bersedih. Pengaruh afek lainnya adalah pengaruh pada ingatan.
Ingatan yang bergantung pada suasana hati (mood-dependent memory) yaitu apa
yang kita ingat saat berada dalam suasana hati tertentu, sebagian besar
ditentukan oleh apa yang kita pelajari sebelumnya ketika kita berada dalam
suasana hati tersebut. Pengaruh kedua dikenal dengan efek kesesuaian suasana
hati (mood-congruence effects) yaitu kecenderungan untuk menyimpan atau
mengingat informasi positif ketika berada dalam suasana hati positif dan
informasi negattif ketika berada dalam suasana hati yang negative. Suasana hati
saat ini juga berpengaruh pada komponen kognisi lain yaitu kreativitas.
Informasi yang emosional (emotional contamination) yaitu suatu proses di mana
penilaian, emosi atau perilaku kita dipengaruhi oleh pemrosesan mental yang
tidak disadari dan tidak terkontrol (Wilson & Brekke, 1994).
Kognisi juga dapat mempengaruhi afeksi yang dijelaskan oleh teori emosional
dua factor (two-factor theory of emotion) (Schachter, 1964) yang menjelakan
bahwa kita sering tidak mengetahui perasaan atu sikap kita sendiri. Sehingga,
kita menyimpulkannya dari lingkungan—dari situasi di mana kita mengalami
reaksi-reaksio internal ini. Contohnya: ketika kita mengalami perasaan tertentu
atas kehadiran seseorang yang menarik, kita menyimpulkan bahwa kita sedang
jatuh cinta. Selain itu, kognisi bisa mempengaruhi emosi melalui aktivitas
skema yang di dalamnya terdapat komponen afektif yang kuat. Skema atau
stereotip yang teraktivasi dengan kuat dapat sangat berpengaruh pada perasaan
atau suasana hati kita saat ini. Selain itu, Pikiran bisa mempengaruhi afeksi
melibatkan usaha kita dalam mengatur emosi kita.
Sumber :
1. Robert A. Baron dan Dann Byrne, Psikologi Sosial, 2004,
Jakarta : Erlangga.
2. Diakses dari internet pada tanggal 23 Agustus 2017:
a. http://www.psikologiku.com/pengertian-kognisi-sosial-dalam-psikologi-sosial/
0 comments:
Post a Comment