PageNavi Results No.

Saturday, September 16

Psikologi Perkembangan Kognisi Sosial pada Remaja

PSIKOLOGI PERKEMBANGAN KOGNISI SOSIAL REMAJA

Siapa yang tidak tahu tentang arah jalan pulang kerumah masing-masing? Nah tentu kita semua ingat jalan yang kita tempuh untuk menuju kerumah. Bukan masalah jalan apa saja yang kita lewati, atau apa saja yang kita temui dijalan, tetapi apa ada yang tahu bagaimana otak itu bekerja? Yah, jawabannya adalah proses kognitif atau proses berfikir.
Pada dasaranya kognisi dan Kognitif sama, artinya pun sama. Kognitif berarti proses/tata cara berfikir atau proses menangkap, menyimpan/mengelola, sampai menggunakan kembali informasi.
Jean Piaget (1896-1980) Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation).Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).


A.      Pendahuluan
Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Sedangkan menurut Jean Piaget masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Maka kognisi sosial adalah tata cara individu untuk menganalisa, mengingat, dan menggunakan informasi mengenai kejadian-kejadian sosial.
1.      Skema
Komponen dasar kognisi social adalah skema (schema). Skema adalah sruktur mental yang membantu kita mengorganisasi informasi social, dan menuntun pemrosesannya. Skema berkisar pada suatu subyek atau tema tertentu.. dalam otak kita, skema itu seperti scenario, yang memiliki alur. Skema di otak kita terbenuk berdasarkan pengalaman yang pernah kita alami sendiri atau diceritakan oleh orang lain. Contohnya, skema kita tentang McD membuat kita tau bagaimana cara untuk makan di McD sehingga begitu kita datang ke McD kita langsung ke kasir untuk memesan makanan. Skema yang kita miliki akan mempengaruhi sikap kita pada sesuatu.
Skema menimbulkan efek yang kuat terhadap 3 proses dasar: perhatian atau atensi (attention), pengkodean (encoding), dan mengingat kembali (retrieval). Skema terbukti berpengaruh terhadap semua aspek dasar kognisi social (Wyer & Srull, 1994). Dalam hubungannya dengan atensi, skema seringkali berperan sebagai penyaring: informasi yang konsisten dengan skema lebih diperhatikan dan lebih mungkin untuk masuk ke dalam kesadaran kita. Informasi yang tidak cocok dengan skema kita seringkali diabaikan (Fiske, 1993), kecuali iinformasi itu sangat ekstrem. Pengkodean-informasi apa yang dimasukkan ke dalam ingatan-informasi yang menjadi focus atensi lebih mungkin untuk disimoan dalam ingatan jangka panjang. Mengingat kembali informasi-informasi apa yang paling siap untuk diingat-secara umum, orang melaporkan informasi yang konsisten dengan skema mereka, namun kenyataannya, informasi yang tidak konsisten dengan skema juga dapat secara kuat muncul dalam ingatan.
Skema juga memiliki kelemahan (segi negative). Skema mempengaruhi apa yang kita perhatikan, apa yang masuk dalam ingatan kita, dan apa yang kita ingat, sehingga terjadi distorsi pada pemahaman kita terhadap dunia social. Skema memainkan peran penting dalam pembentukan prasangka, dalam pembentukan satu komponen dasar pada stereotip tentang kelompok-kelompok social tertentu. Skema seringkali sulit diubah, skema memiliki efek bertahan (perseverance effect), tidak berubah bahkan ketika menghadapi informasi yang kontradiktif. Kadangkala skema bisa memberikan efek pemenuhan harapan diri (self-fulfilling) yaitu skema membuat dunia social yang kita alami menjadi konsisten dengan skema yang kita miliki. Contoh efek bertahan, ketika kita gagal kita berusaha menghibur diri sendiri dengan berkata, “kamu hebat kok, ini karena pertandingan dengan lawan yang berat”, dsb. contoh ramalan yang mewujudkan dirinya sendiri (self-fulfilling prophecy) ramalan yang membuat ramalan itu sendiri benar-benar terjadi, skema guru untuk siswa yang minoritas yang menyebabkan guru memperlakukan siswa minoritas itu secara berbeda (kurang positif) sehingga menyebabkan prestasi siswa minoritas ini menurun. Stereotip tidak hanya memiliki pengaruh namun bisa melalui efek pemastian dirinya, stereotip juga membentuk realitas social.
2.    Heuristic
Kejenuhan informasi (information overloaded) adalah suatu keadaan di mana pengolahan informasi kita telah berada di luar kapasitas kemampuan yang sesungguhnya sehingga menuntut system kognitif yang lebih besar daripada yang bisa diolah. Berbagai strategi untuk melebarkan kapasitas kognitif harus memenuhi 2 persyaratan, yaitu: harus menyediakan cara yang cepat dan sederhana untuk dapat mengolah informasi social dalam jumlah yang banyak, dan harus dapat digunakan—harus berhasil. Namun, yang paling berguna adalah Heuristic yaitu aturan sederhana untuk membuat keputusan kompleks atau untuk menarik kesimpulan secara cepat dan seakan tanpa usaha yang berarti. Heuristic ada 2 macam:
a.       Heuristic keterwakilan (heuristic representativeness) yaitu sebuah strategi untuk membuat penilaian berdasarkan pada sejauh mana stimuli atau peristiwa tersebut mempunyai kemiripan dengan stimuli atau kategori yang lain. Contoh: kita mengenal Ratna sebagai pribadi yang teratur, lramah, rapi, memiliki perpustakaan di rumahnya dan sedikit pemalu. Namun kita tidak mengetahui pekerjaannya. Mungkin kita langsung menilainya sebagai pustakawan. Dengan kata lain, kita menilai berdasarkan: semakin mirip seseorang dengan ciri-ciri khas orang-orang dari suatu kelompok, semakin mungkin ia merupakan bagian dari kelompok tersebut.
b.      Heuristic ketersediaan (availability heuristic) yaitu sebuah strategi untuk membuat keputusan berdasarkan seberapa mudah suatu informasi yang spesifik dapat dimunculkan dalam benak kita. Heuristic ini dapat mengarahkan kita untuk melebih-lebihkan kemungkinan munculnya peristiwa dramatis, namun jarang, karena peristiwa itu mudah masuk ke pikiran kita. Contoh: banyak orang merasa lebih takut tewas dalam kecelakaan pesawat daripada kecelakaan di darat. Hal ini karena fakta bahwa kecelakaan pesawat jauh lebih dramatis dan menyedot lebih banyak perhatian media. Akibatnya, kecelakaan pesawat lebih mudah terpikir sehingga berpengaruh lebih kuat dalam penilaian individu. Heuristic ini berhubungan dengan proses pemaparan awal (priming)meningkatnya ketersediaan informasi sebagai hasil dari sering hadirnya rangsangan atau peristiwa-peristiwa khusus. Pemaparan awal bisa muncul bahkan ketika individu tidak sadar akan adanya rangsangan yang telah dipaparkan sebelumnya—disebut juga pemaparan awal otomatis.

Cara lainnya adalah dengan pemrosesan otomatis (automatic processing) yang terjadi ketika, setelah berpengalaman melakukan suatu tugas atau mengolah suatu onformasi tertentu yang seakan tanpa perlu usaha yang besar, secara otomatis dan tidak disadari. Contohnya: saat pertama kali belajar sepeda, kita memerlukan perhatian khusus dalam mengendarainya. Seiring dengan berkembangnya keahlian bersepeda kita, kita dapat melakukan tugas-tugas lain seperti berbicara sambil bersepeda. Begitu teraktivasi, skema dapat menimbulkan efek perilaku yang otomatis.

3.      Sumber-Sumber Yang Berpotensi Menimbulkan Kesalahan Dalam Kognisi Social
a.       Bias negativitas, yaitu kecenderungan memberikan perhatian lebih pada informasi yang negative. Dibandingkan dengan informasi positif, satu saja informasi negative akan memiliki pengaruh yang lebih kuat. Contoh: kita diberitahu bahwa dosen yang akan mengajar nanti adalah orang yang pintar, masih muda, ramah, baik hati, cantik, namun diduga terlibat skandal seks. Bias negative menyebabkan kita justru terpaku pada hal yang negative dan mengabaikan hal-hal positif.
b.      Bias optimistic, yaitu suatu predisposisi untuk mengharapkan agar segala sesuatu dapat berakhir baik. Kebanyakan orang percaya bahwa mereka memiliki kemungkinan yang lebih besar dari orang lain untuk mengalami peristiwa negative dan kemungkinan lebih kecil untuk mengalami peristiwa negative. Contoh: pemerintah seringkali mengumumkan rencana yang terlalu optimis mengenai penyelesaian proyek-proyek besar jalan, bandara baru, dsb. hal ini mencerminkan kesalahan perencanaan. Namun, ketika individu memperkirakan akan menerima umpan balik atau informasi yang mungkin negative dan memiliki konsekuensi penting, tampaknya ia justru sudah bersiap menghadapi hal yang buruk (brancing of loss) dan menunjukkan kebalikan dari pola optimistic: mereka menjadi pesimis.
c.       Kerugian yang mungkin terjadi akibat terlalu banyak berpikir. Terkadang terlalu banyak berpikir dapat menyeret kita ke dalam kesulitan kognoitif yang serius. Mencoba berpikir sistematis dan rasional mengenai hal-hal penting adalah penting.
d.      Pemikiran konterfaktual, yaitu memikirkan sesuatu yang berlawanan dari keadaan sekarang. Efek dari memikirkan “apa yang akan terjadi seandainya…”. Contoh: ketika selamat dari kecelakaan pesawat, Andi justru memikirkan, “bagaimana bila saya tidak langsung terjun tadi, saya sudah mati pastinya, lalu bagaimana nasib keluarga saya sepeninggalan saya?”, dsb. pemikiran konterfaktual dapat secara kuat berpengaruh terhadap afeksi kita. Inaction inertia kelambanan apatis muncul ketika individu memutuskan untuk tidak melakukan sesuatu sehingga kehilangan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang positif.
e.       Pemikiran magis, yaitu berpikir dengan melibatkan asumsi yang tidak didasari alasan yang rasional. Contoh: Supaya lulus ujian, Raju berdoa banyak-banyak dan memakai banyak cincin.
f.       Menekan pikiran, yaitu usaha untuk mencegah pikiran-pikiran tertentu memasuki alam kesadaran. Proses ini melibatkan 2 komponen, yaitu: proses pemantauan yang otomatis yang mencari tanda-tanda adanya pemikiran yang tidak diinginkan yang memaksa untuk muncul kedalam kesadaran. Ketika pikiran tersebut terdeteksi, proses kedua terjadi, yaitu mencegah agar pikiran tersebut tetap berada di luar kesadaran tanpa mengganggu pikiran yang lain. Contoh: Anti yang ikut program diet menekan pikirannya akan makanan-makanan manis.
4.      Afeksi dan Kognisi
Perasaan kita dan suasana hati memiliki pengaruuh yang kuat terhadap beberapa aspek kognisi, dan kognisi juga berperan kuat pada perasaan dan suasana hati kita. Suasana hati saat ini dapat secara kuat mempengaruhi reaksi kita terhadap rangsang yang baru pertama kali kita temui. Contoh: ketika kiota sedang bergembira dan berkenalan dengan orang baru, penilaian kita terhadap orang tersebut pastinya lebih baik dibanding saat kita berkenalan dengannya ketika kita bersedih. Pengaruh afek lainnya adalah pengaruh pada ingatan. Ingatan yang bergantung pada suasana hati (mood-dependent memory) yaitu apa yang kita ingat saat berada dalam suasana hati tertentu, sebagian besar ditentukan oleh apa yang kita pelajari sebelumnya ketika kita berada dalam suasana hati tersebut. Pengaruh kedua dikenal dengan efek kesesuaian suasana hati (mood-congruence effects) yaitu kecenderungan untuk menyimpan atau mengingat informasi positif ketika berada dalam suasana hati positif dan informasi negattif ketika berada dalam suasana hati yang negative. Suasana hati saat ini juga berpengaruh pada komponen kognisi lain yaitu kreativitas. Informasi yang emosional (emotional contamination) yaitu suatu proses di mana penilaian, emosi atau perilaku kita dipengaruhi oleh pemrosesan mental yang tidak disadari dan tidak terkontrol (Wilson & Brekke, 1994).
Kognisi juga dapat mempengaruhi afeksi yang dijelaskan oleh teori emosional dua factor (two-factor theory of emotion) (Schachter, 1964) yang menjelakan bahwa kita sering tidak mengetahui perasaan atu sikap kita sendiri. Sehingga, kita menyimpulkannya dari lingkungan—dari situasi di mana kita mengalami reaksi-reaksio internal ini. Contohnya: ketika kita mengalami perasaan tertentu atas kehadiran seseorang yang menarik, kita menyimpulkan bahwa kita sedang jatuh cinta. Selain itu, kognisi bisa mempengaruhi emosi melalui aktivitas skema yang di dalamnya terdapat komponen afektif yang kuat. Skema atau stereotip yang teraktivasi dengan kuat dapat sangat berpengaruh pada perasaan atau suasana hati kita saat ini. Selain itu, Pikiran bisa mempengaruhi afeksi melibatkan usaha kita dalam mengatur emosi kita.



Sumber :
1.      Robert A. Baron dan Dann Byrne, Psikologi Sosial, 2004, Jakarta : Erlangga.
2.      Diakses dari internet pada tanggal 23 Agustus 2017:
a.       http://www.psikologiku.com/pengertian-kognisi-sosial-dalam-psikologi-sosial/


Related Posts:

0 comments:

Post a Comment