Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, karena berkat Rahmat dan karunianya penyusun bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Hak Dan Kewajiban Seorang Muslim Dalam Belajar”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi syarat mendapatkan nilai dari mata kuliah “Tafsir Tarbawi”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena, itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikn informasi dan manfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
- Latar Belakang
- Rumusan Masalah
- Maksud Dan Tujuan
Bab II PEMBAHASAN
- Hak Seorang Muslim Dalam Belajar
- Kewajiban Seorang Muslim Dalam Belajar
- Tujuan Pendidikan Dari Kewajiban Belajar
- Perbedaan Kondisi Pembelajaran Seorang Muslim
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Dalam hal ini Apa yang harus kita dapatkan dan apa timbal balik terhadapnya merupakan sebuah hak dan kewajiban, begitupun seorang Muslim, dia mempunyai hak dan kewajiban, entah itu sesuai dengan harapan ataupun tidak yang pasti hak dan kewajiban bukan hanya berlaku terhadap seorang muslim saja nonmuslim pun mempunyai hak dan kewajiban bahkan hewan sekalipun memilikinya, seperti hak hidup, makan ataupun yang lain, terus bagaimana dengan hak dan kewajiban seorang muslim dalam belajar? Apakah sama dengan hak dan kewajiban nonmuslim? Tentu saja beda, karena seorang muslim mempunyai hak dan kewajiban berdasarkan hukum Allah.
Menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban bagi setiap muslim, adapun dalam makalah ini mengenai hak dan kewajiban bagi setiap muslim dalam belajar.
- Rumusan Masalah
- Apa Pengertian Hak Dan Kewajiban ?
- Apa Hadits Tentang Hak Dan Kewajiban Seorang Muslim Dalam Belajar?
- Maksud Dan Tujuan
- Untuk Mengetahui Hak Dan Kewajiban Serta Hadits Dalam Belajar.
- Untuk dapat membedakan antara hak dan kewajiban seorang muslim dalam belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
- Hak Seorang Muslim Dalam Belajar
- Definisi Hak
Menurut Syekh Ali Al-Khafifi (asal Mesir)
"Hak adalah kemaslahatan yang diperoleh secara syara’"
Hak adalah sesuatu yang kita dapatkan setelah melaksanakan kewajiban. Seseorang akan mendapatkan haknya jika ia telah melaksanakan kewajibannya.
Adapun beberapa hak seorang muslim dalam belajar, yaitu diantaranya :
- Hak memilih guru
Seorang muslim memiliki hak untuk memilih seorang guru yang akan mengajarinya, dengan tujuan agar guru tersebut mampu mengajarkan ilmu kepadanya. Sebagai mana yang dilakukan oleh para Ulama salaf kita yang melakukan pengembaraan ilmu dan memilih guru yang tepat dalam bidangnya.
- Hak mendapatkan ilmu
- Hak bertanya
- Hak memberi usul atau saran
- Hak mengikuti pembelajaran
- Hak mendapatkan fasilitas
Berkenaan dengan hak seorang muslim dalam belajar ini sudah ada dalam QS. Al – Mujadillah (58) : 11
يَٓأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُٓوْا إِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْۖ وَإِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْسُزُوْا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُو تُوْا الْعِلْمِ دَرَجٰتٍۚ وَالَّلهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”. Maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberikan kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”. Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Inilah salah satu alasan kenapa dianjurkan menuntut ilmu, karena Allah akan meninggikan derajatnya bagi orang – orang yang berilmu. Orang – orang yang berilmu akan ditinggikan derajatnya dan ini adalah hak bagi mereka (sebuah reward) bagi mereka yang berilmu.
- Kewajiban Seorang Muslim Dalam Belajar
- Definisi kewajiban
Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilaksanakan sebelum mendapatkan hak. Seseorang harus melaksanakan kewajibannya terlebih dahulu sebelum ia menuntut haknya.
- Ayat-Ayat Kewajiban Menuntut Ilmu ditinjau dari Terjemahan DEPAG
Al-Qur’an tidak secara langsung mengutarakan tentang kewajiban mencari ilmu atau mengembangkan ilmu pengetahuan, namun ayat tersebut tersirat dalam beberapa ayat yang mengisyaratkan tentang hal itu. Berikut ini ayat yang menunjukkan kewajiban menuntut ilmu: Q.S.al-Alaq (96 : 1-5)
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ﴿۱﴾ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ ﴿۲﴾ اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ ﴿۳﴾ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ ﴿٤﴾ عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَم
Artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Asbabun Nuzul surat Al-alaq
Dalam hadis diriwayatkan oleh Aisyah r.a., ia berkata bahwa permulaan wahyu kepada Rasulullah saw. ialah mimpi baik pada waktu tidur. Biasanya mimpi yang dilihat itu jelas, sebagaimana cuaca pagi. Kemudian, timbullah pada diri beliau keinginan meninggalkan keramaian. Untuk itu, beliau pergi ke Gua Hira untuk berkhalwat. Beliau melakukannya beberapa hari. Khadijah, istri beliau, menyediakan perbekalan untuk beliau.
Pada suatu saat, datanglah malaikat kepada beliau. Malaikat itu berkata, "Iqra' (bacalah)!" Beliau menjawab "Aku tak pandai membaca." Malaikat mendekap beliau sehingga beliau merasa kepayahan. Malaikat itu kembali berkata, "Bacalah!" Beliau menjawab lagi. "Aku tak pandai membaca." setelah tiga kali beliau menjawab seperti itu, malaikat membacakan surah al- 'Alaq ayat 1-5 tersebut.
Setelah selesai membacakan kelima ayat tersebut, malaikat pun menghilang. Tinggallah beliau seorang diri dengan perasaan ngeri (takut). Beliau segera pulang menemui Khadijah. Beliau tampak gugup sambil berkata, "Zammiluni, zammiluni (selimuti aku, selimuti aku)." Setelah mereda rasa takut dan dinginnya, Khadijah meminta beliau untuk menceritakan kejadian yang dialami. Setelah mendengar cerita yang dialami beliau, Khadijah berkata, "Demi Allah, Allah tidak akan mengecewakanmu selama-lamanya. Engkau adalah orang yang suka menghubungkan kasih sayang yang memikul yang berat."
Khadijah segera mengajak beliau untuk menemui Waraqah bin Naufal, paman Khadijah. Dia adalah seorang pendeta Nasrani yang sangat memahami Kitab Injil. Setelah bertemu dengannya, Khadijah meminta Rasulullah saw. untuk menceritakan kejadian yang dialami semalam.
Setelah Rasulullah saw, Selesai menceritakan pengalamannya semalam, Waraqah berkata, "Inilah utusan, sebagaimana Allah swt. pernah mengutus Nabi Musa a.s. Semoga aku masih dikaruniai hidup sampai saatnya engkau diusir kaummu." Rasulullah saw. bertanya, "Apakah mereka akan mengusir aku?" Waraqah menjawab, "Benar! belum pernah ada seorang nabi pun yang diberi wahyu seperti engkau, yang tidak dimusuhi orang. Apabila aku masih mendapati engkau, pasti aku akan menolong engkau seuat-kuatnya." (H.R al- Bukhari, Bada' ul Wahyi No. 3)
Penjelasan ayat
Ayat petama berisi perintah secara tegas kepada Rasulullah saw. untuk membaca lafal itu adalah bentuk fi'ilamr (perintah). suatu perintah menunjukkan hukum wajib untuk dilaksanakan. Perintah membaca berarti perintah untuk belajar, menuntut ilmu. Perintah yang dimaksud pada ayat ini berifat umum, tidak tertuju pada suatu ilmu saja. Dengan demikian, kewajiban menuntut ilmu meliputi ilmu yang menyangkut ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat kauniyah.
Ayat-ayat qauliyah ialah tanda kebesaran Allah swt. yang berupa keadan alam semesta. Baik ayat-ayat qauliyah maupun ayat-ayat qauniyah, wajib kita pelajari.
Ayat-ayat qauliyah wajib dipelajari karena menjadi pedoman hidup kita menuju hidup yang diridai Allah swt. Keimanan kita akan makin bertambah dengan mempelajari ayat-ayat kauniyah. Lebih dari 60 %, ayat-ayat Al-Qur'an membicarakan tentang alam semesta. Adapun yang 40 %, ayat-ayat tersebut membicarakan berbagai masalah.
Q.S. At-Taubah (9:122 )
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ۱۲۲
Artinya:
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Tafsir Jalalain ( Surah At-Taubah : 122 )
Tatkala kaum Mukminin dicela oleh Allah bila tidak ikut ke medan perang kemudian Nabi saw. mengirimkan sariyahnya, akhirnya mereka berangkat ke medan perang semua tanpa ada seorang pun yang tinggal, maka turunlah firman-Nya berikut ini: (Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi) ke medan perang (semuanya. Mengapa tidak) (pergi dari tiap-tiap golongan) suatu kabilah (di antara mereka beberapa orang) beberapa golongan saja kemudian sisanya tetap tinggal di tempat (untuk memperdalam pengetahuan mereka) yakni tetap tinggal di tempat (mengenai agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya) dari medan perang, yaitu dengan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agama yang telah dipelajarinya (supaya mereka itu dapat menjaga dirinya) dari siksaan Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Abbas r.a. memberikan penakwilannya bahwa ayat ini penerapannya hanya khusus untuk sariyah-sariyah, yakni bilamana pasukan itu dalam bentuk sariyah lantaran Nabi saw. tidak ikut. Sedangkan ayat sebelumnya yang juga melarang seseorang tetap tinggal di tempatnya dan tidak ikut berangkat ke medan perang, maka hal ini pengertiannya tertuju kepada bila Nabi saw. berangkat ke suatu ghazwah.
Asbabun nuzul Surat At-Ataubah Ayat 122
Tafsir Sebab turun Surah At Taubah 122
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Ikrimah yang menceritakan, bahwa ketika diturunkan firman-Nya berikut ini, yaitu, "Jika kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan siksa yang pedih." (Q.S. At-Taubah 39). Tersebutlah pada saat itu ada orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang, mereka berada di daerah badui (pedalaman) karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka orang-orang munafik memberikan komentarnya,
"Sungguh masih ada orang-orang yang tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman itu." Kemudian turunlah firman-Nya yang menyatakan, "Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang)." (Q.S. At-Taubah 122).
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Abdullah bin Ubaid bin Umair yang menceritakan, bahwa mengingat keinginan kaum Mukminin yang sangat besar terhadap masalah jihad, disebutkan bahwa bila Rasulullah saw. mengirimkan pasukan perang, maka mereka semuanya berangkat. Dan mereka meninggalkan Nabi saw. di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah firman Allah swt. yang paling atas tadi (yaitu surah At-Taubah ayat 122).
Macam-macam Kewajiban Seorang Muslim Dalam Belajar ;
- Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqorrub (mendekatkan) diri kepada Allah. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela, seperti terdapat dalam
Q.S. Adz-dzariyat ayat 56 yaitu:
“dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (Q.S. Adz-dzariyat : 56).
- Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan dengan masalah ukhrawi.
- Bersikap tawadhu (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentinga pribadi untuk kepentingan pendidikannya.
- Mempeljari ilmu-ilmu yang terpuji, baik untuk tujuan ukhrawi maupun untuk duniawi.
- Belajar dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah menuju pelajaran yang sulit.
- Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga anak didik memmliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam.
- Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari.
- Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum memasuki ilmu duniawi.
- Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat bermanfaat dalam kehidupan dunia akhirat.
Ulasan :
Sebenarnya kita keliru jika kita meletakan hak sebelum kewajiban, seharusnya kewajiban dulu baru hak, jadi benarnya itu kewajiban dan hak bukan hak dan kewajiban. Antara hak dan kewajiban itu saling berkaitan yang mana hak merupakan reward (penghargaan) dari kita melakukan sebuah kewajiban. Dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 dan surat At-Taubah ayat 122 menjelaskan tentang kewajiban seorang muslim dalam belajar serta dalam surat Al-huzarat ayat 1-5 menjelaskan tentang adab-adab dalam belajar. Kemudian dalam surat Al-Mujadilah dijelaskan tentang hak dalam belajar.
Tanya Jawab dalam Diskusi :
- Apakah kita diwajibkan juga harus mengerti atau memahami bahkan menjadi pintar ketika kita sudah/telah mendapatkan hak-hak dalam belajar?
- Penjelasan suara murid yang tidak boleh melebihi suara guru, itu maksudnya melebihi bagaimana?
- Bagaimana mengatasi murid yang belum melaksanakan kewajibannya, terutama kewajiban menghormati gurunya?
Jawab :
- Lihat dalam surat Al-Mujadilah ayat 11 orang yang mau beriman dan berilmu maka akan diberikan suatu penghargaan ditinggikan derajatnya oleh Allah, penghargaan berarti hak (diberikan kesempatan untuk dimiliki atau didapatan untuk dinikmati) tetapi yang dimaksud ditinggikan derajat dalam surat Al-Mujadilah di situ adalah besok di akherat bukan di dunia, maka perlu diluruskan jika teman-teman pengen terkenal, pengen jadi artis, pengan kaya pengen naik derajat maka kuliah jadilah orang yang berilmu, pendapat seperti itu adalah salah. Masalah sukses terkenal ditinggikan derajat di dunia itu adalah efek dari mencari ilmu. Sama seperti sekarang teman-teman mendapatkan hak dalam belajar masalah setelah mendapatkan hak apakah paham, menguasai atau bahkan pintar itu bukanlah sebuah kewajiban melainkan itu adalah efek setelah mendapatkan hak dalam belajar tersebut, yang mana urusan pintar, sukses itu adalah kehendak Allah. Kalau setelah pembelajaran mata kuliah hari ini teman-teman diwajibankan untuk mengusai dan pintar dalam setiap materi kuliah, bagaimana? Apa teman-teman bisa? Bagaimana dengan nasib mahasiswa yang kemanpuannya standar atau bahkan kurang, bagaimana dengan mahasiswa yang kadang dalam proses pembelajaran raganya dimana pikirannya kemana, yang mereka semua dibebani dengan kewajiban harus pintar dalam semua pembelajaran. Itu terlalu berat oleh karena itu masalah menjadi pintar itu kehendak Allah itu adalah efek bukan kewajiban, kewajiban kita hanya berusaha menguasai memahami pembelajaran.
- Melebihi disini maksudnya mencakup semuanya, dari suara, intonasi dan pilihan kata. Tidak salah satunya saja, kalau cuma salah satu saja, contoh: suaranya pelan dan halus tapi pilihan katanya nyakitin “bapak.. mohon maaf sebelumnya saya tidak mengerti dengan penjelasan bapak yang berbelit-belit macam rambut kriting bapak yang terlihat tidak pernah keramas”. Begitupun dengan pilihan katanya yang baik dan benar tapi intonasi dan nada suaranya tinggi “BAPAK! MOHON MAAF SEBELUMNYA SAYA MASIH TIDAK MENGERTI PELAJARAN TADI, TOLONG JELASKAN LAGI!!!!!! TERIMAKASIH.”
- Semua kembali kepada diri kita sendiri kalau kita mejumpai murid yang seperti itu maka kita lihat diri sendiri “ternyata waktu kecil aku juga seperti itu” nah dari situ kita melalukan pendekatan dan yang paling terpenting adalah do’akan murid kita.
KLIK DI SINI untuk download file
DAFTAR PUSTAKA
DEPAG RI
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. “Ihya’ Ulum al-Din”, Beirut: Darul Ma’rifah, tt,
Kementerian Waqaf dan Urusan Islam Kuwait, Ensiklopedi Fiqih, Kairo: Dar As-Shofwah, 2007.
An-Nawawi, Yahya bin Syaaf, “Al-Majmu’ ‘ala Syarh al-Muhadzab”, Kairo: Maktabah al-Muniriyah, tt, Juz. 1 hlm. 40-41.
Diakses melalui :
Diakses melalui :
belajar.html
0 comments:
Post a Comment